Teks Jawaban adalah penahanan aset dan memberikan jalan pemanfaatan, maksud dari aset tersebut adalah apa saja yang memungkinkan untuk bisa dimanfaatkan namun barangnya masih tetap ada, seperti; rumah, toko, kebun dan lain sebagainya. Adapun manfaat yang dimaksud adalah hasil dari aset tersebut, seperti; buah, upah, penempatan rumah, dan lain sebagainya. Hukum wakaf adalah termasuk ibadah sunnah di dalam Islam, yang mendasari hal ini adalah sunnah yang shahih, di dalam kitab Shahihain bahwa Umar –radhiyallahu anhu- berkata يا رسول الله ! إني أصبت مالاً بخيبر لم أصب قط مالاً أنفس عندي منه ؛ فما تأمرني فيه ؟ قال إن شئت حبست أصلها وتصدقت بها , غير أنه لا يباع أصلها ولا يوهب ولا يورث , فتصدق بها عمر في الفقراء وذوي القربى والرقاب وفي سبيل الله وابن السبيل والضيف . “Wahai Rasulullah, saya mendapatkan bagian harta dari Khaibar yang belum pernah saya mendapatkan harta sebanyak itu sebelumnya, maka apa anjuran anda untuk harta tersebut ?, beliau bersabda “Jika kamu mau, ambil pokoknya dan sedekahkanlah, hanya saja pokoknya tersebut tidak bisa dijual, dihibahkan dan diwariskan”. Maka Umar mensedekahkannya kepada para fakir miskin, kerabat, para budak, mereka yang berada di jalan Allah, dalam perjalanan dan para tamu. Dan Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab Shahihnya dari Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث صدقة جارية أو علم ينتفع به من بعده , أو ولد صالح يدعو له . وقال جابر لم يكن أحد من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ذو مقدرة إلا وقف “Jika anak cucu Adam telah meninggal dunia maka terputus amalannya kecuali tiga perkara sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya dan bagi orang setelahnya, atau anak sholeh yang mendoakannya”. Jabir berkata “Tidaklah satupun dari para sahabat Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- mempunyai kemampuan kecuali wakaf”. Al Qurthubi –rahimahullah- berkata “Tidak ada perbedaan di antara para imam untuk menahan dijadikan wakaf banyak jembatan, dan masjid secara khusus, namun mereka berbeda pendapat dalam hal yang lainnya”. Dan disyaratkan bagi pemberi wakaf adalah orang yang boleh menyalurkan harta, seperti; baligh, merdeka, memahami situasi, jadi tidak sah jika wakaf itu berasal dari anak kecil, orang bodoh dan para budak”. Wakaf itu bisa terlaksana dengan dua hal Ucapan yang menunjukkan untuk berwakaf, seperti ucapan “Saya telah mewakafkan tempat ini atau saya menjadikannya sebuah masjid”. Perbuatan yang menunjukkan kepada wakaf menurut kebiasaan banyak orang, seperti seseorang yang menjadikan rumahnya sebagai masjid, dan mengizinkan masyarakat secara umum untuk shalat di situ, atau menjadikan tanahnya sebagai pemakaman dan mengizinkan masyarakat untuk menguburkan jenazah mereka di sana. Redaksi ikrar wakaf dibagi menjadi dua Pertama Dengan ucapan yang jelas, seperti ucapan “Saya wakafkan, saya tahan, saya tetapkan untuk di jalan Allah, saya namakan…”. Beberapa redaksi tersebut adalah jelas; karena tidak mengandung makna selain wakaf, maka kapan saja seseorang mengucapkan dengan salah satu dari redaksi tersebut, maka sudah menjadi wakaf tanpa ada tambahan lainnya. Kedua Dengan ucapan kinayah bahasa kiasan, seperti; “Saya sedekahkan, saya haramkan, saya kekalkan…”, dinamakan dengan bahasa kiasan karena masih mengandung makna wakaf dan makna lainnya. Maka barang siapa yang mengucapkan salah satu dari kalimat tersebut, dengan syarat diikuti dengan niat berwakaf, atau diikuti dengan salah satu kalimat yang jelas di atas, atau dengan kalimat lain yang mengandung makna kiasan, atau diikuti salah satu dari kalimat yang jelas, seperti halnya ucapan “Saya sedekahkan sekian sebagai sedekah wakaf, ditahan, diperuntukkan di jalan Allah, diharamkan, atau digunakan selamanya, pengikutsertaan kalimat kinayah dihukumi sebagai wakaf, seperti; “Saya sedekahkan sekian dan tidak untuk dijual atau diwariskan”. Adapun syarat sahnya wakaf adalah sebagai berikut Orang yang mewakafkan adalah orang yang boleh menggunakan hartanya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Hendaknya yang diwakafkan termasuk hal yang bisa dimanfaatkan secara terus-menerus dan tetap keberadaannya, tidak ada wakaf pada hal-hal yang tidak tetap cepat musnah setelah dimanfaatkan, seperti makanan. Hendaknya yang diwakafkan berupa hal tertentu, wakaf tidak sah jika tidak tertentu, seperti; “Saya wakafkan salah seorang dari para hamba sahayaku, atau salah satu dari rumah saya”. Hendaknya wakaf untuk suatu kebaikan; karena tujuannya adalah untuk bertaqarrub kepada Allah –Ta’ala-, seperti; masjid, jembatan, orang miskin, penyaluran air, buku pengetahuan, dan kepada para kerabat. Wakaf tidak sah untuk selain jalan kebaikan, seperti wakaf untuk tempat ibadahnya orang-orang kafir, buku-buku zindiq, wakaf untuk kuburan untuk menerangi dan pembakaran bakhur kemenyan, juru kunci makam; karena hal itu termasuk membantu kemaksiatan, kesyirikan dan kekufuran. Syarat sahnya wakaf jika pada hal tertentu agar dimiliki sepenuhnya; karena wakaf itu kepemilikan, maka tidak sah bagi orang yang bukan menjadi hak miliknya, seperti; jenazah dan hewan. Syarat sahnya wakaf juga hendaknya yang bisa dieksekusi, tidak sah wakaf yang bersifat sementara, atau masih terkait dengan hal lainnya, kecuali jika dikaitkan dengan kematian pemiliknya, maka tetap sah, seperti ucapan “Jika nanti saya meninggal dunia, maka rumah ini menjadi wakaf bagi orang fakir”, berdasarkan riwayat Abu Daud أوصى عمر إن حدث به حدث ، فإن سمغاً - أرض له - صدقة “Umar telah berwasiat jika terjadi suatu kejadian maka samagon –tanah miliknya- menjadi sedekah”. Hal ini sudah terkenal dan tidak ada pengingkaran, maka menjadi sebuah konsensus ijma’ bahwa wakaf yang dikaitkan dengan kematian diambilkan dari 1/3 harta; karena hukumnya sama dengan wasiat. Dan di antara hukum wakaf adalah wajib hukumnya untuk melaksanakan syarat dari pemberi wakaf jika tidak bertentangan dengan syari’at, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- المسلمون على شروطهم , إلا شرطاً أحل حراماً أو حرم حلالاً “Umat Islam itu sesuai dengan syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal”. Dan karena Umar –radhiyallahu anhu- telah berwakaf dengan syarat tertentu, dan kalau tidak diwajibkan untuk mengikuti syaratnya maka menjadi tidak ada manfaatnya, dan jika ia telah memberi syarat dengan kadar tertentu atau dengan syarat yang didahulukan bagi sebagian mereka yang berhak dari sebagian lainnya atau semuanya, atau mensyaratkan sifat tertentu bagi penerimanya, atau dengan syarat ketiadaannya, atau syarat harus melihat wakafnya dan lain sebagainya, maka wajib mengamalkan syaratnya, selama tidak bertentangan dengan dengan Al Qur’an dan Sunnah. Jika dia tidak memberikan syarat apapun, maka baik orang kaya, miskin, laki-laki, wanita, sama-sama berhak menerima dari pemberi wakaf. Jika dia tidak menunjuk seorang nadzir wakaf, atau ia telah menunjuk seseorang tapi ia telah meninggal dunia, lalu ia menjadi nadzirnya maka barang tersebut dimiliki oleh yang diberi wakaf jika sudah tertentu, dan jika wakaf tersebut tertuju kepada instansi tertentu, seperti; masjid, atau mereka yang tidak bisa dibatasi, seperti; orang-orang miskin, maka nadzir wakaf tersebut hendaknya di handle langsung oleh hakim, atau mewakilkan kepada yang ditunjuk olehnya. Diwajibkan oleh mereka yang melihat agar bertakwa kepada Allah dan berlaku baik terhadap wakaf; karena hal itu merupakan amanah yang diamanahkan kepadanya. Dan jika dia telah berwakaf kepada anak-anaknya, maka baik yang laki-laki maupun yang perempuan mempunyai hak yang sama, begitu juga dengan sesuatu yang disetujui untuk mereka, maka yang disetujui itu menjadi sama bagi mereka. Dan sesuatu yang diwakafkan untuk mereka, kemudian diperuntukkan untuk anak cucunya, maka wakaf tersebut berpindah kepada cucu-cucunya tanpa cucu laki-laki dari anak perempuannya; karena berasal dari laki-laki lain yang mereka sandarkan kepada bapak mereka; karena mereka tidak termasuk pada firman Allah يوصيكم الله في أولادكم “Allah mensyari`atkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu”. QS. An Nisa’ 11 Dan sebagian ulama berpendapat bahwa mereka cucu laki-laki dari anak perempuannya termasuk pada kata “Al Awlad” anak-anaknya; karena anak-anak perempuannya termasuk anak-anaknya, maka anak-anak mereka adalah cucu-cucunya yang sebenarnya juga, wallahu a’lam. Kalau ia berkata “Wakaf untuk “Abna’” anak-anak lelakiku atau untuk bani fulan, maka wakaf tersebut khusus bagi yang laki-laki saja; karena kata “al Banin” anak laki-laki memang diperuntukkan untuk itu, Allah berfirman أم له البنات ولكم البنون “Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki?”. QS. At Thur 39 Kecuali kalau yang diberi wakaf adalah kabilah, seperti; bani Hasyim, bani Tamim, maka termasuk di dalamnya para wanita; karena nama kabilah itu mencakup laki-laki dan perempuannya. Akan tetapi jika berwakaf kepada jama’ah yang memungkinkan untuk dihitung, maka wajib berlaku umum bagi mereka dan menyama-ratakan kepada mereka. Dan jika tidak bisa dihitung dan dikenali mereka semua, seperti bani Hasyim dan bani Tamim, maka tidak wajib diberlakukan umum; karena hal itu tidak mungkin dan boleh hanya berlaku bagi sebagian mereka, dan mengutamakan sebagian mereka dari sebagian lainnya. Wakaf ini termasuk akad yang wajib hanya dengan ucapan, maka tidak boleh dibatalkan, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- لا يباع أصلها ولا يوهب ولا يورث “Pokonya tidak boleh dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan”. Tirmidzi berkata العمل على هذا الحديث عند أهل العلم “Ahli ilmu para Ulama mengamalkan hadits ini”. Maka tidak boleh dibatalkan; karena hal itu berlaku selamanya, tidak dijual belikan, dan tidak dipindahtangankan, kecuali manfaatnya berhenti seluruhnya, seperti; rumah yang hancur dan tidak memungkinkan untuk membangunnya kembali dari sisa wakaf atau tanah persawahan yang rusak dan kembali menjadi tanah mati dan tidak mungkin lagi dibangun dengan sisa wakaf, maka wakaf yang kondisinya demikian dijual dan uangnya dibelikan yang serupa dengannya; karena hal itu lebih dekat dengan tujuan orang yang berwakaf, dan jika tidak memungkinkan sama persis, maka diganti dengan setengah yang serupa dengannya, dan penggantinya tersebut statusnya sebagai wakaf sesaat setelah dibelinya. Jika wakaf tersebut berupa masjid, lalu tempat itu menjadi tidak berpenghuni, seperti masyarakatnya keluar, maka masjid itu dijual dan uangnya dipakai untuk masjid yang lain, dan jika ada masjid yang sisa wakafnya melebihi kebutuhannya, maka boleh menyalurkan yang lebih itu kepada masjid yang lain; karena hal itu pemanfaatan pada jenis wakaf yang sama, boleh juga kelebihan wakaf tersebut disedekahkan kepada orang-orang miskin. Jika seseorang telah berwakaf pada hal tertentu, seperti jika ia berkata “Ini untuk Zaid, setiap tahunnya diberikan kepadanya 100, sementara nilai wakafnya lebih dari itu, maka sisanya bisa disimpan, syeikh Taqiyyuddin –rahimahullah- berkata “Jika diketahui bahwa wakaf itu selalu lebih dari yang dibutuhkan, maka wajib disalurkan karena diamnya bentuk kerusakannya”. Jika seseorang telah berwakaf kepada masjid, lalu rusak, dan tidak mampu pembiayaan perbaikan dari wakaf, maka dibiayai seperti masjid-masjid yang serupa dengannya. Wallahu A’lam
Hartahibah boleh dijual atau diberikan ke orang lain lagi. Wasiat adalah keputusan untuk menghibahkan. Tetapi pelaksanaannya setelah mati. Sehingga ketika harta diwakafkan, tidak ada lagi yang menjadi pemilik kecuali Allah. Harta wakaf tak dapat dijual dan tak bisa dihilangkan, tetapi bisa dimanfaatkan.Ilustrasi harta seimbang. Foto ShutterstockWakaf adalah salah satu bentuk sedekah yang dianjurkan bagi umat Islam. Secara bahasa, wakaf berasal dari kata "waqif" yang berarti menahan, berhenti, atau diam. Maksud dari kata menahan di sini adalah tidak diperjualbelikan, diwariskan, ataupun istilah lain, wakaf diartikan sebagai suatu jenis pemberian yang dilakukan dengan cara menahan pemilikan asal tahbisul ashli, lalu menjadikan manfaat dari benda tersebut untuk kemaslahatan umat. Hukum wakaf adalah sunah, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah berikut"Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir menumbuhkan seratus biji. Allah melipatgandakan ganjaran bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas Karunianya Lagi Maha Mengetahui". QS. Al-Baqarah 261Sebelum menunaikan wakaf, seorang Muslim hendaknya mengetahui syarat harta yang akan diwakafkan terlebih dahulu. Apa saja? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan Harta yang DiwakafkanDalam Islam, harta atau benda yang diwakafkan dikenal dengan istilah maukuf bih. Ini termasuk rukun wakaf yang harus dipenuhi berikut dengan harta seimbang. Foto ShutterstockMengutip buku Dinamika Hukum Islam di Indonesia karya Iqbal Taufik, syarat pertama harta yang akan diwakafkan adalah harus berupa barang yang berharga. Harta yang diwakafkan harus diketahui barang yang diwakafkan juga harus bersifat mubah. Maka, tidak sah mewaakafkan barang yang sifatnya haram seperti khamr, alat musik, dan yang diwakafkan juga harus jelas wujud dan akadnya. Seseorang yang mengatakan “Saya wakafkan salah satu rumah saya”, maka tidak sah wakafnya karena barang yang diwakafkan tidak Darmawan dalam buku Fiqih Wakaf menyebutkan bahwa, harta atau benda wakaf harus ditujukan untuk proyek kebaikan. Misalnya, pembangunan masjid, sumur, jembatan, jalan, dan lain-lain untuk kemaslahatan sebagian ulama mensyaratkan harta yang diwakafkan harus berupa barang yang tidak habis. Sehingga, tidak sah mewakafkan air, makanan, minyak, dan sejenisnya. Ini karena barang-barang tersebut dapat habis jika dipakai terus harta seimbang. Foto ShutterstockKemudian, disebutkan pula bahwa wakaf harus berupa barang, tidak boleh berupa manfaat. Namun pendapat yang lebih kuat diperbolehkan wakaf berupa manfaat, sehingga jika seseorang menyewa rumah selama 10 tahun, kemudian mewakafkan manfaat rumah itu untuk para penuntut ilmu maka itu harta yang diwakafkan, seorang pewakaf juga harus memerhatikan syarat-syarat dari rukun lain, yakni sebagai berikutSyarat orang yang mewakafkan hartanya waqifWaqif merupakan pemilik harta secara penuhOrang yang menerima wakafJumlah tertentu yaitu, jelas jumlah tidak tertentu yaitu, untuk kepentingan banyak diucapkan dengan menunjukkan kekekalan wakaf yang dilakukanUcapan direalisasikan segeraTidak diikuti dengan syarat yang membatalkanApa yang dimaksud dengan wakaf?Apa hukum melaksanakan wakaf?Apa syarat harta yang diwakafkan dalam Islam?
adalahhukum memanfaatkan harta wakaf, bahwa tidak boleh berpindah kepemilikan, juga tidak boleh ada pemanfaatan yang menyebabkan pemindahan kepemilikan, akan tetapi tetap kekal dan wajib dimanfaatkan sesuai dengan syarat orang yang mewakafkannya yang tidak boleh disembunyikan dan tidak zhalim". (Taisir al 'Allam: 535)Islam telah mengatur segala jenis hukum yang ada dunia, salah satunya adalah hukum tentang perwakafan. Wakaf berkaitan dengan pemindahan sebagian harta seseorang untuk kepentingan ibadah dan juga untuk esejahteraan masyarakat untuk selama-lamanya. Untuk lebih jelasnya tentang apa itu wakaf, bisa simak ulasan di bawah ini. Daftar IsiPengertian WakafHukum WakafDalil WakafDasar Hukum WakafRukun Wakaf1. Al-Wakif Orang yang Wakaf2. Al-Mauquf Barang yang Diwakafkan3. Al-Mauquf alaih Penerima Wakaf4. Sigat Kalimat WakafSyarat Wakaf Pengertian Wakaf Ditinjau dari segi bahasa, wakaf berarti menahan. Adapun menurut istilah syarak, wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya. Menurut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977, Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, tetapi hanya boleh diambil manfaatnya dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, misalnya tanah, bangunan, dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, musala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya. Menurut Jaih Mubarok, definisi tersebut memperlihatkan tiga hal yaitu sebagai berikut. Wakif atau pihak yang mewakafkan secara perorangan atau badan hukum seperti perusahaan atau organisasi kemasyarakatan. Pemisahan tanah milik belum menunjukkan pemindahan kepemilikan tanah milik yang diwakafkan. Tanah wakaf digunakan untuk kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam. Hukum Wakaf Hukum wakaf adalah sunnah. Wakaf sama dengan amal jariah. Sesuai dengan jenis amalnya, maka berwakaf bukan sekadar bederma sedekah biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Dalil Wakaf Dalil naqli yang menjadi dasar diperintahkannya wakaf antara lain sebagai berikut. لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ Artinya Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Ali Imran, 3 92 Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus-menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Dasar Hukum Wakaf Umat Islam berbeda pendapat tentang awal diberlakukannya wakaf. Menurut kaum muhajirin, wakaf pertama kali diberlakukan pada zaman Umar bin Khattab dan mulai Nabi Muhammad saw. sendiri, sementara menurut kaum Umar Ansar, wakaf pertama kali diberlakukan oleh Nabi Muhammad saw. sebagaimana dalam kitab Magazi al-Waqidi dikatakan bahwa sedekah berupa wakaf dalam Islam yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. sendiri adalah sebidang tanah untuk dibangun masjid. Dengan demikian, dasar wakaf bukan hanya berupa ucapan Nabi qaul al-nabi, melainkan juga praktik Nabi Muhammad saw. sendiri fi’il al-nabi. Menurut Al-Qurtubi, seluruh sahabat Nabi saw. pernah mempraktikkan wakaf ke mekah dan Madinah, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Aisyah, Fatimah, Zubair, Amr bin Ash, dan Jabir. Menurut Imam Syafi’i dalam Qaul Qadim-nya bahwa sekitar delapan puluh sahabat Nabi saw. dan kaun ansar mempraktikkan sedekah muharramat yang disebut wakaf serta tidak seorang pun yang tidak mengetahuinya. Dengan demikian, wakaf memiliki dasar yang kuat mulai dari Al-Qur’an yang bersifat global mujmal, perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad saw., serta perilaku sahabat Nabi Muhammad saw. Rukun Wakaf Wakaf dapat terbentuk apabila terpenuhi pilar-pilar utamanya yaitu sebagai berikut 1. Al-Wakif Orang yang Wakaf Wakif disyaratkan harus orang yang sudah baligh dan akil. Wakaf anak yang masih belum baligh atau orang gila hukumnya tidak sah, sedangkan wakaf dari orang kafir hukumnya sah. 2. Al-Mauquf Barang yang Diwakafkan Syarat objek yang dapat diwakafkan harus benda yang dapat dimanfaatkan tidak dengan merusak bendanya. Maka, tidak sah hukumnya jika wakaf lilin karena penggunaanya dengan merusak bendanya. Demikian pula tidak sah mewakafkan uang tunai karena pemanfaatannya dengan cara dibelanjakan. 3. Al-Mauquf alaih Penerima Wakaf Ada dua macam penerima wakaf yaitu sebagai berikut. Mauquf alaih muayyan, yaitu wakah kepada perorangan tertentu yang disebutkan oleh wakif, baik satu orang maupun lebih. Mauquf alaih gairu muayayan, yaitu wakaf kepada orang yang tidak ditentukan, seperti kepada golongan fakir miskin, santri pondok, kaum muslimin, dan lain-lain. 4. Sigat Kalimat Wakaf Sigat wakaf harus diucapkan secara lisan, tidak cukup dengan diucapkan dalam hati saja niat. Adapun sigat wakaf dalam bentuk tulisan dianggap sah jika disertai dengan niat saat menulis. Syarat Wakaf Syarat-syarat harta yang diwakafkan yaitu sebagai berikut. Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu disebut takbid. Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Sebagai contoh, “Saya mewakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang.” Jelas al-mauquf alaih-nya orang yang diberi wakaf dan bisa memiliki barang yang diwakafkan al-mauquf itu. Nah, itulah penjelasan lengkap mengenai wakaf, mulai dari pengertian wakaf secara umum dan menurut ahli, hukum wakaf, rukun wakaf, dan syarat wakaf. Sekian artikel yang dapat kami bagikan mengenai salah satu materi Pendidikan Agama Islam dalam BAB wakaf dan semoga bermanfaat.
Sayamemiliki sebidang tanah di Khoibar, dan ini merupakan harta kesayanganku. Apa yang engkau perintahkan kepadaku tentangnya?" Nabi menjawab: "Jika engkau mau, tahanlah pokok (asal) tanah tersebut dan bersedekahlah dengan hasil tanahnya." Kemudian Umar mensedekahkannya dan mensyaratkan untuk tidak dijual, dihibahkan ataupun diwariskan.